Select Menu

Headline

Politik

Metro

Hukrim

Peristiwa

Video

Religi

» » » » Mengintip Ketegaran 2 Remaja Cantik Yatim Piatu di Luwu; Rumah Tanpa Listrik, Hidup dari Mencari 'Joi'

Mengintip Ketegaran 2 Remaja Cantik Yatim Piatu di Luwu; Rumah Tanpa Listrik, Hidup dari Mencari 'Joi'
Saat memasak pakai kayu bakar di rumahnya. 
LUWU, TEKAPE.co - Kecelakaan lalulintas Juli 2016 silam, membuat dua putri cantik di Luwu, menjadi yatim piatu. Ia adalah Irmayanti (17) dan adiknya Fitriani (14).

Pasca ditinggalkan kedua orangtuanya, ia harus berjuang berdua di rumah yang ditinggalkan orangtuanya, di Kelurahan Suli, Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu, Sulsel.

"Kedua orang tua sudah meninggal saat kecelakaan maut. Saat itu baru selesai lebaran tahun 2016 kemarin. Kecelakaan itu, membuat kedua orang tua kami langsung meninggal di tempat," kenang Irmayanti.

Kedua orangtuanya, mendiang Amiruddin dan Radi, meninggalkan tujuh orang anak. Irmayanti merupakan anak keempat dan Fitriani anak kelima dari tujuh orang bersaudara. Anak pertama, kedua, dan ketiga masing-masig sudah berkeluarga. Sementara anak keenam dan si bingsu dirawat tantenya di Luwu Timur.

"Saya memiliki 3 orang kakak, tapi semua sudah berkeluarga. Kehidupan kakak kami pun masih pas-pasan. Dua adik saya diambil tante di Lutim. Jadi saya di rumah ini hanya tinggal berdua sama adik saya Fitri," ujar Irma, sapaan akrab Irmayanti.

Kini, hanya tinggal Irmayanti dan Fitriani, yang mendiami rumah bekas peninggalan orang tuanya. Selepas orang tuanya meninggal tidak banyak harta yang ditinggalkan untuk anak-anak mereka. Harta yang masih terjaga dan akan teringat selalu adalah kasih sayang yang akan selalu melekat pada setiap pribadi anak-anaknya.

Rumah peninggalan orangtuanya itu, berdinding papan lapuk, berlantai tanah, bagian dapur berdinding bambu, dan seng. Isi rumah tidak ada barang mewah. Hanya lemari tua, dapur tanah liat, dan beberapa kursi plastik.

Sementara itu, rumah yang berada di Desa Banawa, Kecamatan Suli, berada di bagian Pinggir Laut (Pangka, sebutan bagi warga setempat), yang tidak dialiri listrik. Mereka hanya memakai pelita jika malam tiba.

Saat matahari mulai terbenam, Irma dan adiknya, segera menyiapkan pelita yang terbuat dari kaleng, yang diberi sumbu dan berbahan bakar minyak tanah atau solar. Cahaya pelita yang terpancar membias sela-sela dinding papan yang mulai lapuk, menandakan mereka sedang beraktivitas. Entah itu memasak, makan, dan belajar.

Irma, saat ini menempuh pendidikan di SMKN 1 Suli. Sementara adiknya, Fitri, di SMPN 1 Suli. Keduanya behgitu semangat bersekolah. Sebab bagi mereka, sekolah adalah pintu menuju kesuksesannya.

Irma, harus menjadi Kepala Keluarga bagi adiknya. Irma, setiap pagi buta, sudah harus bangun menanak air, nasi, serta membersihkan rumah.

Kesulitan air juga menjadi kendala bagi Irma dan adiknya. Terkadang untuk mendapatkan air, Irma harus menadah air hujan karena sumber air bersih cukup jauh dari rumahnya. Air tersebut digunakan untuk, minum, dan mandi.

Setelah pekerjaan selesai, barulah Irma dan adiknya berangkat ke sekolah tanpa ada uang jajan. Untuk mensiasati itu, kedua anak yatim piatu ini menerapkan sarapan sebelum berangkat kesekolah. Ia berangkat ke sekolah bersama adiknya dengan menggunakan motor matic yang ia beli dari uang asuransi kedua orang tuanya.

"Kalau mau berangkat kesekolah pake motor yang dibeli pakai uang asuransi dari orang tua. Biasanya uang bensin Rp10 ribu diberi kakak, yang dipakai selama empat hari untuk ke sekolah. Sering kalau tidak ada uang bensin, saya terpaksa absen sekolah," ujar Irma.

Saudara tua Irma, juga tidak bisa berbuat banyak. Menurut Irman, saudaranya juga memiliki ekonomi pas-pasan untuk menghidupi keluarganya sendiri. Ketiga kakak tertuanya hanya bekerja sebagai buruh tambak milik orang lain.

"Tiga orang kakak saya juga hidup pas-pasan, yang hanya kerja empang milik orang lain. Tapi kadang juga saya dikasi uang bensin sama kakak," katanya.

Selepas dari sekolah, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-harinya, Irma dan adiknya, harus mencari joi (kerang, bahasa Luwu, red) dan burungan (siput, bahasa Luwu, red), yang banyak dijumpai di tambak atau empang. Hasil dari mencari kerang tersebut, ia jual ke orang lain.

Tiap akhir pekan atau libur sekolah, ia memilih menjadi buruh panen rumput di empang orang. Uangnya itu, akan digunakan untuk membeli beras, dan sisanya untuk sekolah.

Selain itu, untuk menambah lauk pauk, Irma juga terkadang memancing ikan di empang milik pamannya. Itu dilakukannya hampir setiap hari. Menjelang petang, Irma harus bergegas mencari kayu bakar, karena alat memasak yang dimilikinya, hanya dapur tanah liat dengan menggunakan kayu bakar.

"Kalau mau makan ikan, biasanya saya tidak beli. Hanya memancing di belakang rumah di empangnya om. Dari dulu juga sewaktu masih ada orangtua tidak biasa jajan. Jadi sekarang kalau ada uang, dipakai untuk ke sekolah saja, sama beli keperluan sekolah," kata Irma.

Hidup yang serba kekurangan tidak menjadi masalah bagi kedua anak yang tegar menghadapi pahit getirnya kehidupan. Bermodal keikhlasan, kesabaran, kerendahan hati, dan ketekunan, sehingga ia bersama adiknya bisa melewati hari-harinya dengan senyuman di wajahnya yang menandakan ketidaksusahan yang ia alami.

"Yang terpenting bagi saya ada bersekolah, karena hanya dengan bersekolah cita-cita saya bisa saya raih. Saya ingin menjadi guru Matematika," ungkapnya. (ilham)
Mengintip Ketegaran 2 Remaja Cantik Yatim Piatu di Luwu; Rumah Tanpa Listrik, Hidup dari Mencari 'Joi'
Dua kakak beradik saat duduk di depan rumahnya. 

Mengintip Ketegaran 2 Remaja Cantik Yatim Piatu di Luwu; Rumah Tanpa Listrik, Hidup dari Mencari 'Joi'
Saat mencari joi atau kerang di tambak. 

Diposting Oleh Tekape

TEKAPE.CO adalah portal berita atau media online yang berpusat di Kota Palopo. Media ini didirikan untuk menjawab kebutuhan akan informasi yang cepat dan akurat.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post
Comments
0 Comments

No comments:

Komentar Anda

Tinggalkan komentar untuk berita ini

Terbaru

Recent Posts Widget