Select Menu

Headline

Politik

Metro

Hukrim

Peristiwa

Video

Religi

» » » Luthfi Banyak Berkicau Tentang Raja dan Kepala Daerah, Sindiran untuk Bupati Gowa yang Jadi Somba?

Luthfi Banyak Berkicau Tentang Raja dan Kepala Daerah, Sindiran untuk Bupati Gowa yang Jadi Somba?
GOWA, TEKAPE.co --- Pekan ini, Sulawesi Selatan (Sulsel) disuguhi berita tentang Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo, yang dilantik menjadi Ketua Lembaga Adat Daerah (LAD), yang sekaligus menjalankan fungsi sebagai Raja atau Somba Gowa.

Pengangkatan Adnan sebagai Ketua LAD itu berdasarkan Perda yang baru saja ditetapkan DPRD Gowa. Pelantikan tersebut membuat gaduh Kerajaan Gowa. Raja atau Somba Gowa, Andi Maddusila, meninggalkan Balla Lompoa atau Istana Tamalate.

Di tengah peseteruan di Balla Lompoa, Anggota DPR RI Fraksi Nasdem, HM Luthfi A Mutty, banyak berkicau di beranda facebook miliknya tentang raja dan kepala daerah. Luthfi, yang juga keturunan bangsawan di Kedatuan Luwu itu banyak menulis tentang raja dan kepala daerah.

Diantara tulisannya diberi judul Raja itu Adalah Darah, Diktator pun Tau Diri dan Punya Rasa Malu, dan Raja yang Jadi Kepala Daerah.

Berikut tulisan-tulisannya, yang diduga menyindir Bupati Gowa yang berambisi menjadi Raja. Tulisan ini dikutip dari beranda Facebook Luthf A Mutty, yang diedit untuk memperbaiki salah ketik.


Raja yang Jadi Kepala Daerah, Bukan Kepala Daerah Jadi Raja

Ketika Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, di berbagai daerah masih berdiri kerajaan-kerajaan yang memang sudah eksis jauh sebelumnya. Namun perlu dipahami bahwa kerajaan-kerajaan dimaksud tidaklah berdaulat secara penuh laiknya sebuah negara merdeka. 

Karena para raja yang akan memangku jabatan, harus terlebih dahulu membuat perjanjian/pernyataan setia kepada pemerintah dan raja/ratu Belanda. 

Ada yang berupa pernyataan pendek (korte verklaring), ada pula yang berupa pernyataan panjang (lange kontracten). Ketika Indonesia merdeka, eksistensi kerajaan-kerajaan itu diakui oleh negara seperti tertera dalam penjelasan UUD 1945 yang menyatakan bahwa dalam wilayah Indonedia terdapat lebih dari 250 zelfbesturrende landschappen atau DAERAH SWAPRAJA. 

Di samping daerah swapraja, ada pula daerah-daerah yang bersifat otonom atau DAERAH SWATANTRA. 

Dalam perkembangan ketata negaraan kita, seiring dengan adanya desakan untukmelakukan demokratisasi pemerintahan, maka daerah-daerah swapraja ditetapkan menjadi daerah swatantra. 

Dalam pelaksanaannya, pemerintah menetapkan bahwa daerah swapraja yang beralih status menjadi daerah swatantra, maka kepala swapraja (raja) yang sedang menjabat, sepanjang memenuhi syarat dan memiliki kompetensi akan ditetapkan menjadi kepala daerah swapraja tanpa melalui pemilihan. 

Berdasarkan ketentuan ini maka, raja-raja di sulsel yang sedang memangku jabatan sebagai kepala daerah swapraja ketika itu, langsung diangkat menjadi kepala daerah swatantra. Jadi bukan sebaliknya, seseorg yang sementara menjabat sebagai kepala daerah otonom diangkat menjadi kepala daerah swapraja.

Selasa 13 September 2016.


Diktator pun Tau Diri dan Punya Rasa Malu

Jend. Fransisco Franco tampil sebagai penguasa Spanyol (1939-1975) setelah memenangkan perang saudara yang berlangsung di negara tersebut (1936-1939). Saat itu Spanyol adalah negara yang berbentuk republik setelah rajanya, Alfonso XIII turun tahta dan diasingkan pada 1931. 

Jend. Franco memerintah secara diktator militer. Mottonya yang terkenal: "rezim kami berdasarkan bayonet dan darah, bukan pada pemilihan yang munafik."

Rupanya Franco menyadari bahwa kekuasaan yang ada dalam genggamannya adalah milik keluarga kerajaan. Karena itu pada 1969, ia menunjuk Juan Carlos, cucu raja Alfonso XIII kembali menjadi raja ketika ia meninggal kelak.

Tanggal 22 Nopember 1975, dua hari setelah Jend. Franco wafat, Juan Carlos naik tahta. Spanyol kembali jadi kerajaan.

Jend. Franco memang seorang diktator. Tapi ia masih sadar dan tau diri bahwa ia tidak berhak atas tahta Spanyol. Padahal apa susahnya jika ia mau jadi raja? Bukankah sebagai diktator, ia bisa saja mengeluarkan dekrit yang menunjuk dirinya sebagai raja Spanyol dan dengan demikian maka keturunannya berhak atas tahta itu.

Rupanya jend. Franco yg diktator masih punya rasa malu.

Senin 12 September, pukul 14:29


Raja Itu Adalah "Darah"

Dengan politik devide et impera, pemerintah Hindia Belanda berhasil memecah kerajaan Mataram lewat perjanjian Giyanti 1755, menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Jogyakarta. 

Dua tahun kemudian, juga lewat politik pecah belah dan kuasai, Belanda memperkecil wilayah kasunanan dengan membangun pura Kadipaten Mangkunegara di Solo. Kemudian pada 1813, dengan taktik yang sama, belanda juga membangunan pura kadipaten pakualaman di Jogyakarta.

Meskipun wilayah kerajaan Mataram telah terbagi 4, dua berbentuk kerjaan dan dua lainnya hanya berbentuk kadipaten (zelfbestuur), tetapi keempat penguasa yangbertahta memiliki garis keturunan dan sumber darah yang sama, Panembahan Senopati.

Jadi kalau ada "pelantikan" raja hari ini berdasar perda, bagi saya, itu tidak lebih dari lelucon menjelang Idul Adha.

11 September pukul 8:05

Diposting Oleh Redaksi Kliknews

TEKAPE.CO adalah portal berita atau media online yang berpusat di Kota Palopo. Media ini didirikan untuk menjawab kebutuhan akan informasi yang cepat dan akurat.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post
Comments
0 Comments

No comments:

Komentar Anda

Tinggalkan komentar untuk berita ini

Terbaru

Recent Posts Widget