Aksi menolak pembangunan PLTA Seko dan kriminalisasi terhadap petani di Seko. |
Aksi unjuk rasa tersebut, untuk menolak adanya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di wilayah masyarakat adat Seko, Kabupaten Luwu Utara, karena dinilai menyalahi aturan dan merusak tanah pertanian milik warga.
Pembangunan PLTA yang dilakukan di wilayah adat Seko oleh PT Seko Power Prima, sangat jelas menyalahi aturan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Utara, yang di dalamnya tidak termuat rencana pembangunan PLTA di wilayah adat Seko.
Hal itu bisa dilihat pada paragraf 1 sistem jaringan energi, pasal 13, dimana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) hanya diperuntukkan di kecamatan Rongkong, Kecamatan Sabbang, PLTA Baliase, PLTA Patikala di Kecamatan Masamba dan PLTA Kanjiro di Kecamatan Sukamaju.
Semementara itu, melihat isi dari Surat Keputusan Bupati Luwu Utara, nomor 300 tahun 2004 tersebut, pembangunan yang masuk ke wilayah adat Seko, apapun bentuknya harus mendapat persetujuan dari masyarakat terlebih dahulu.
"Pembangunan PLTA di seko sangat jelas menyalahi aturan yaitu Perda Nomor 2 Tahun 2011, dan Surat keputusan Bupati Luwu Utara nomor 300 tahun 2014, dalam pasal 9 dan 10 bahwa isin pemanfaatan sumber daya alam di wilayah masyarakat adat Seko harus atas persetujuan masyarakat adat Seko. Sangat jelas bahwa rencana pembangunan PLTA Seko mengangkangi kedaulatan masyarakat Adat Seko," ucap, Koordinator Aksi Lapangan (Korlap) Sri Purwagantri.
Sri Purwagantri, dalam orasinya, mengatakan dalam aksi prakondisi tersebut Aliansi Solidaritas Untuk Seko menuntut pemberhentian kriminalisasi petani seko dan tarik anggota Mapolres Luwu Utara dari Seko, mendesak Kapolda Sulsel untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran Perda dan izin prinsip yg sudah kadaluarsa, dan menghentikan pengrusakan tanaman petani dan jangan merampas tanah milik rakyat.
"Kami mendesak Kapolda Sulsel untuk mengusut tuntas pelanggaran perda dan ijin Pembangunab PLTA di tanah adat milik warga Seko, dan menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani, serta mengentikan pengerusakan dan merampasan tanah milik warga," ujarnya.
Perlu untuk di ketahui, sebagai perwujudan dari janji Negara tersebut dalam Pasal 28A UUD 1945 dinyatakan bahwa Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. (Ilham)